https://journal-old.unhas.ac.id/index.php/jppa/issue/feedJurnal Penelitian dan Pengembangan Agrokompleks2019-07-02T20:32:14+00:00Andi Dirpan, S.TP, M.Si, PhDdirpan@unhas.ac.idOpen Journal Systems<p><strong>Jurnal Penelitian dan Pengembangan Agrokompleks (JPPA)</strong> adalah jurnal berkalah ilmiah yang diterbitkan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) Universitas Hasanuddin. Jurnal ini berisi hasil-hasil penghiliran penelitian pada bidang ilmu pertanian, perikanan, kelautan, kehutanan dan peternakan yang tergabung dalam bidang agrokompleks. Jurnal ini diterbitkan dua kali dalam setahun yaitu pada bulan, Juni dan Oktober.</p><p>Download:</p><ul><li><a href="https://drive.google.com/file/d/1H0XvgUw0g8CztyU0sjRwSJI4mXmXFpgk/view?usp=sharing" target="_blank"><strong>Author Guideline</strong></a></li><li><a href="https://drive.google.com/file/d/1MrLBCPzMgZISyPKJjLT81hKSeeDRWAMK/view" target="_blank"><strong>JPPA Template </strong></a></li></ul><p><strong><br /></strong></p><p>ISSN Online :2621-6523</p>https://journal-old.unhas.ac.id/index.php/jppa/article/view/6545PENGARUH KONSENTRASI RAGI PADA PEMBUATAN TAPE KETAN (The Effect of Yeast Concentration on Making Tape Ketan)2019-07-02T20:26:59+00:00Dino Kaninodinokanino2102@gmail.com<p>Tape merupakan makanan selingan yang cukup populer di Indonesia. Tape memiliki rasa manis dan sedikit mengandung alkohol, memiliki aroma yang menyenangkan, bertekstur lunak dan berair. Mikroorganisme yang berperan dalam pembuatan tape yaitu jenis khamir (Saccharomyces cereviciae). Tujuan dilakukannya praktikum ini yaitu untuk mengetahui cara pembuatan tape ketan, untuk mengetahui pengaruh konsentrasi ragi terhadao tingkat kemanisan tape ketan yang dihasilkan dan untuk mengetahui kondisi pemeraman terhadap keberhasilan dalam pembuatan tape. Metode pengolahan digunakan untuk membuat produk makanan fermentasi (tape) yaitu dnegan fermentasi dengan perlakuan yang berbeda-beda. Hasil yang diperoleh dari praktikum ini yaitu perlakuan T4 merupakan perlakuan terbaik dikarenakan proses rmentasi pada perlakuan tersebut berhasil sehingga menghasilkan tape dengan kualitas yang baik dibanding dengan perlakuan yang lainnya dengan nilai oorganoleptik dengan parameter warna sebesar 3,9, aroma sebesar 3,1, rasa sebesar 2,4 dan tekstur sebesar 3,1. </p><p>Tape is a snack that is quite popular in Indonesia. Tape has a sweet and slightly alcoholic taste, has a pleasant aroma, soft and runny texture. Microorganisms that play a role in making tape are types of yeast (Saccharomyces cereviciae). The purpose of this practicum is to find out how to make sticky tape, to determine the effect of yeast concentration on the sweetness level of sticky tape produced and to determine the condition of ripening of the success in making tape. The processing method is used to make fermented food products (tape), which are fermented with different treatments. The results obtained from this practicum are that the T4 treatment is the best treatment because the fermentation process in the treatment is successful so as to produce a tape of good quality compared to the other treatments with oorganoleptic values with color parameters of 3.9, aroma of 3.1, taste of 2,4 and texture of 3,1.</p>2019-06-26T00:00:00+00:00Copyright (c) 2019 Jurnal Penelitian dan Pengembangan Agrokomplekshttps://journal-old.unhas.ac.id/index.php/jppa/article/view/6530PENENTUAN KONSENTRASI RAGI PADA PEMBUATAN ROTI (Determining of Yeast Concentration on Bread Making)2019-07-02T20:26:59+00:00Kerina Muli Sitepukerinamuli@gmail.com<p>Roti merupakan makanan fermentasi berbahan dasar tepung terigu yang sering dikonsumsi masyarakat. Roti disebut sebagai produk fermentasi karena menggunakan ragi dalam pembentukan rasa dan aroma. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk memberitahu prosedur pembuatan roti serta mengetahui konsentrasi ragi terhadap kualitas organoleptik roti. Pembuaan roti dilakukan dengan memberikan variasi penambahan ragi masing-masing 1%, 2%, 3%, 4% dan 5% kemudian dilakukan pengujian organoleptik pada msing-masing sampe. Berdasarkan hasil organoleptik, sampel A<sub>2</sub> memiliki nilai tertinggi dari segi rasa, warna dan aroma, sementara sampel A<sub>5</sub> memiliki nlai tertinggi dari segi tekstur. Semakin banyak ragi yang ditambahkan maka daya kembang adonan akan semakin besar. Berdasarkan hasil pengukuran tinggi adonan, adonan sampel dengan penambahan ragi 4% dan 5% memiliki tinggi adonan tertinggi setelah dipanggang, sementara sampel dengan penambahan ragi 1% memiliki tinggi adonan terendah. Kesimpulan dari praktikum ini adalah pembuatan roti dilakukan melalui enam tahap, yaitu pencampuran, peragian, pemeraman, pembentukan, proofing dan pemanggangan serta jumlah ragi yang ditambahkan akan mempengaruhi mutu organoleptik roti.</p><p> </p><p><em>Bread is a fermented food that often consumed by public. Bread is a fermentation product because it uses yeast for formation of taste and aroma. The purpose of this paper is to inform the procedure for making bread and to determine the concentration of yeast on the organoleptic quality of bread. Bread production is done by giving variations of yeast addition of 1%, 2%, 3%, 4% and 5% then organoleptic testing is carried out on each until. Based on organoleptic results, A2 sample has the highest value in terms of taste, color and aroma, while A5 sample has the highest value in terms of texture. The more yeast is added, the greater the power of the dough. Based on the results of the dough height measurement, the sample dough with the addition of 4% and 5% yeast had the highest dough height after baking, while the sample with 1% yeast addition had the lowest dough height. The conclusion of this practice is that bread making is done through six stages, namely mixing, fermentation, ripening, forming, proofing and roasting and the amount of yeast added will affect the quality of the organoleptic bread.</em></p>2019-07-02T00:00:00+00:00Copyright (c) 2019 Jurnal Penelitian dan Pengembangan Agrokomplekshttps://journal-old.unhas.ac.id/index.php/jppa/article/view/6534PENGARUH PENAMBAHAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN DALAM PENGOLAHAN SAYUR-SAYURAN MENJADI PRODUK SAUS TOMAT (Effect of Addition of Food Additives in Processing Vegetables into Tomato Sauce Products)2019-07-02T20:26:59+00:00Muthahhara Thalibmuthahharahthalib@gmail.com<p>Sayur merupakan jenis komoditi yang mudah rusak karena kandungan airnya yang cukup tinggi sehingga memerlukan pengolahan untuk memperpanjang masa simpannya. Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui proses pembuatan saus tomat dan pengaruh penambahan bahan tambahan terhadap saus tomat yang dihasilkan. Variabel yang diamati adalah pH, total asam, dan uji organoleptik meliputi warna, aroma, rasa, dan tekstur. Hasil yang diperoleh dari praktikum ini menunjukkan bahwa perlakuan terbaik untuk uji organoleptik adalah pada sampel T<sub>3</sub> dengan konsentrasi tepung maizena 30 gram dan lama pemanasan 15 menit, yaitu warna (3,7), rasa (3,1), tekstur (3,8) dan aroma (3,3). Sedangkan untuk parameter pH dan total asam, sampel T<sub>1 </sub>memiliki pH dan kadar total asam tertinggi yaitu pH (5,1) dan total asam (0,68%). Kesimpulan yang diperoleh pada praktikum ini yaitu proses pembuatan saus tomat dilakukan dengan pemanasan dan penambahan bahan tambahan seperti garam, gula, tepung maizena, cuka, bawang putih bubuk, kayu manis dan lada. Selain itu, penambahan bahan tambahan makanan dan waktu pemanasan memberikan pengaruh terhadap pengukuran pH, total asam dan organoleptik saus tomat yang dihasilkan.</p><p><em> </em></p><p><em>Vegetables are a type of commodity that is easily damaged because the water content is high enough to require processing to extend its shelf life. The purpose of this practicum is to find out the process of making tomato sauce and the effect of adding additional ingredients to the tomato sauce produced. The variables observed were pH, total acid, and organoleptic tests including color, aroma, taste, and texture. The results obtained from this practicum showed that the best treatment for organoleptic tests was in T<sub>3</sub> samples with 30 grams of corn flour concentration and 15 minutes heating time, ie color (3.7), taste (3.1), texture (3.8) and aroma (3,3). As for the pH and total acid parameters, the T<sub>1</sub> sample had the highest pH and highest acid level, namely pH (5.1) and total acid (0.68%). The conclusion obtained in this lab is the process of making tomato sauce by heating and adding additional ingredients such as salt, sugar, cornstarch, vinegar, garlic powder, cinnamon and pepper. In addition, the addition of food additives and heating time had an effect on the measurement of pH, total acid and organoleptic tomato sauce produced.</em></p>2019-07-02T00:00:00+00:00Copyright (c) 2019 Jurnal Penelitian dan Pengembangan Agrokomplekshttps://journal-old.unhas.ac.id/index.php/jppa/article/view/6528POTENSI PRODUKSI MINYAK IKAN DARI JEROAN IKAN PATIN (The Potential of Fish Oil Production from Catfish Viscera)2019-07-02T20:26:59+00:00Asmayana IwoAsmayanaiwo99@gmail.com<p><em>Catfish cultivation in Indonesia has continued to increase rapidly since 2008. The increase in catfish production will be accompanied by an increase in the production of catfish waste. The meat yield that can be utilized in processing catfish is only 49%, the remaining 51% is waste consisting of head, skin, offal and bone Waste has the potential to be processed into products that are more economically valuable, such as fish oil. the innards contain 93.92% of fat, the innards are the richest part of the fat than the other parts of the catfish. One extraction method that is often used in fish oil is the rendering method. The rendering method consists of dry rendering and wet rendering. The dry rendering method can produce fish oil yield greater than the wet rendering method. Fish oil purification can be done by methods I and II. Based on the number of free fatty acids, peroxide numbers, and fatty acid profiles, the best quality catfish oil is purified oil using method I.</em></p>2019-07-02T00:00:00+00:00Copyright (c) 2019 Jurnal Penelitian dan Pengembangan Agrokomplekshttps://journal-old.unhas.ac.id/index.php/jppa/article/view/6538POTENSI PATI RESISTEN DARI BERBAGAI JENIS PISANG – A REVIEW (Potential Resisten Starch Prepared by Banana – A Review)2019-07-02T20:32:14+00:00Andi Nur Fajri Suloinurfajrisuloi@gmail.comEra yang semakin berkembang ini, konsumen menuntut sebuah produk pangan yang tidak hanya mengenyangkan tetapi juga memberikan dampak positif terhadap kesehatan, atau biasa disebut dengan pangan fungsional. Salah satu komponen dalam bahan pangan yang bersifat fungsional bagi tubuh adalah pati resisten. Pati resisten didefinisikan sebagai fraksi pati yang tidak dihidrolisis oleh enzim yang dihasilkan oleh pankreas selama 120 menit setelah dikonsumsi. Terdapat beberapa manfaat pati resisten, seperti merangsang pertumbuhan dan / atau aktivitas satu atau lebih jenis bakteri baik meliputi <em>lactobacilli </em>dan<em> bifidobacteria</em>, menurunkan respon glikemik dan insulemik pada manusia penderita diabetes, memiliki efek perlindungan terhadap kanker kolon karena mikroflora mampu mengubah pati resisten menjadi senyawa asam lemak berantai pendek, serta berpotensi sebagai prebiotik. Pati resisten dapat diperoleh melalui perlakuan fisik, kimiawi atau enzimatik pada bahan pangan yang banyak mengandung pati seperti pisang. Pisang merupakan salah satu komoditi hasil pertanian dengan kandungan karbohidrat yang tinggi dan sebagian besar terdiri atas pati. Pisang tua mengandung 70-80% pati berdasarkan berat kering2019-07-03T00:00:00+00:00Copyright (c) 2019 Jurnal Penelitian dan Pengembangan Agrokomplekshttps://journal-old.unhas.ac.id/index.php/jppa/article/view/6537POTENSI LIMBAH KULIT BUAH SEBAGAI BAHAN BAKU DALAM PEMBUATAN EDIBLE FILM (Potential Of Waste Fruit, As Raw Material In Making Edible Film)2019-07-02T20:30:01+00:00Nurhilmi Halisa RusmanNurilrusde@gmail.com<em><span lang="SV">Edible film </span></em><span lang="SV">merupakan salah satu jenis kemasan yang berbentuk lembaran tipis. <em>Edible film </em>termasuk <em>biodegradable </em>dan dapat dikonsumsi bersama produk yang dikemasnya. Sehingga lebih aman dibandingkan kemasan plastik. Kemasan plastik sendiri telah menjadi sumber permasalahan lingkungan beberapa tahun terakhir. Kemasan plastik mengandung zat kimia yang dapat berbahaya bagi produk makanan dan tidak mudah terurai sehingga dapat mencemari lingkungan. <em>Edible film </em>terbuat dari bahan-bahan yang alami, seperti dari gandum, jagung, singkong, <em>beewax</em> maupun dari pektin yang diperoleh dari limbah kulit buah. Komponen utama dalam pembuatan <em>edible film </em>yaitu polisakarida, lipid dan protein dengan bahan tambahan seperti plastisizer. Berdasarkan penelitian yang telah ada, menunjukkan bahwa penggunaan pektin yang berasal dari limbah kulit buah menghasilkan <em>edible film </em>yang memiliki karakteristik mekanik yang baik. Kulit buah yang berpotensi yaitu kulit durian, kulit apel, kulit jeruk, kulit kakao dan kulit pisang</span>2019-07-02T00:00:00+00:00Copyright (c) 2019 Jurnal Penelitian dan Pengembangan Agrokompleks