Advokasi Kebijakan Penetapan Upah Minimum Kabupaten Sleman Tahun 2013
DOI:
https://doi.org/10.31947/jgov.v6i2.1272Keywords:
policy advocacy, the district minimum wage, public policyAbstract
Abstract: This paper aims to explain the efforts made by unions and employers' organizations in influencing policy Sleman minimum wages in 2013. The method used is a qualitative method. Data were collected through interview and document study. The results showed that in the effort to influence policy Sleman district minimum wage in 2013, the employers' organization represented Apindo not do a lot of advocacy action. Advocacy is only done through negotiations in the wage councils and lobbying session with the Labour union and the government outside wage session at the district level. Meanwhile, the Labour union did a lot of advocacy action maneuver that is negotiated at the district wage councils, KHL independent surveys, lobbying and hearings to the governor, provocations on the Internet, seminars and demonstrations. Moreover, the action of advocacy done by labor unions gain from the momentum that demand wage increases above one million for all districts in Yogyakarta and the new KHL standard-setting moment with more kinds of needs.Keywords: policy advocacy, the district minimum wage, public policyAbstrak: Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan upaya yang dilakukan oleh serikat pekerja dan organisasi pengusaha dalam mempengaruhi kebijakan penetapan upah minimum Kabupaten Sleman Tahun 2013. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif. Data dikumpulkan melalui metode wawancara dan studi dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam upaya mempengaruhi kebijakan upah minimum kabupaten sleman tahun 2013, organisasi pengusaha yang diwakili Apindo tidak banyak melakukan aksi advokasi. Advokasi hanya dilakukan melalui negosiasi dalam sidang dewan pengupahan dan lobbi dengan serikat pekerja dan pemerintah diluar sidang pengupahan di tingkat Kabupaten. Sementara itu, serikat pekerja melakukan banyak manuver aksi advokasi yaitu melakukan negosiasi di dewan pengupahan kabupaten, survei KHL independent, lobbi dan audiensi ke Gubernur, profokasi di Internet, seminar dan demonstrasi. Selain itu, aksi advokasi yang dilakukan oleh serikat pekerja mendapatkan keuntungan dari momentum yang tepat yaitu tuntutan kenaikan upah diatas satu juta untuk semua kabupaten di DIY dan moment penetapan standar KHL baru dengan jenis kebutuhan yang lebih banyak.Kata kunci: advokasi kebijakan, upah minimum kabupaten, kebijakan publikDownloads
References
Apter, David E.(1996). Pengantar Analisa Politik. Jakarta:LP3ES
Budiman, Arif. (1996). Teori Negara: Negara, Kekuasaan dan Ideologi. Jakarta: Gramedia
Galuh, Iwan. (2012). Buruh danPekerja Kirim Surat ke Gubernur DIY Terkait UMK. Suara Pengusaha 22 Oktober 2012 diakses dari http://suarapengusaha.com. Tanggal 5 Juni 2013
Kuntadi. (2012). Apindo DIY Ancam Mundur dari Dewan Pengupahan. Sindonews 21 November 2012 diakses dari http://sindonews.com. Tanggal 5 juni 2013
Miller, Valery dan Jane Covey. (2005). Pedoman Advokasi: Perencanaan, Tindakan dan Refleksi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Parsons, Wayne. (2011). Public Policy: Pengantar Teori dan Praktek Analisis Kebijakan. Jakarta: Kencana
Santana, Septiawan. (2007). Menulis Ilmiah: Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Kedua. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Subakti, Ramlan. (2010). Memahami Ilmu Politik. Jakarga:Grasindo
Wibawa, Samodra. 2011. Politik Perumusan Kebijakan Publik. Yogyakarta: Graha Ilmu
Widianto, Danar. (2012). ABY Koreksi Usulan UMK DIY. Kedaulatan Rakyat 15 Oktober 2012 diakses dari http://krjogja.com. Tanggal 5 Juni 2013